Tip Mengatasi Hambatan Kelas

Alkisah, seorang guru kelas I Sekolah Dasar (SD) mengeluhkan siswanya yang suka mengganggu siswa lain di kelas itu ketika proses pembelajaran. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi terhambat karena siswa yang diganggu tadi menangis dan siswa-siswa lain di kelas itu pun ikut ribut.Guru sudah berulang kali menasihati siswa-siswanya untuk mengikuti pelajaran dengan tertib agar berhasil namun siswa yang satu ini tetap saja mengganggu temannya. Lebih jauh lagi, orang tua siswa yang diganggu datang ke sekolah, meminta agar siswa yang suka mengganggu tadi diberi “pelajaran”.

Pernahkah Anda mengalami hal-hal seperti disebutkan di atas? Jika pernah, apa yang Anda lakukan? Apakah Anda memberikan sanksi kepada si “pengganggu” atau menasihatinya agar tidak mengulangi lagi?

Dan apa yang Anda lakukan kemudian ketika tahu bahwa siswa “pengganggu” tadi tetap saja tidak berubah sikap walaupun telah berulang kali diberi nasihat bahkan sanksi yang cukup berat? Anda frustrasi? Atau ….

Saudaraku,

Sebagai guru, kita jangan pernah frustrasi. Dalam kondisi apa pun. Sebab ketika kita frustrasi, kita sering lepas kontrol dan tidak bisa mengendalikan diri.

Dan tahukah Anda APA yang dipikirkan oleh anak-anak (murid-murid kita) ketika melihat guru yang dihormatinya tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri?

Melihat gurunya kehilangan kontrol diri bisa menimbulkan efek yang beragam pada diri si anak. Untuk anak kelas I SD, efek yang paling besar adalah: murid takut pada gurunya.

Kemudian, apa yang akan terjadi dalam proses pembelajaran apabila murid-muridnya justru takut pada gurunya?

Jawabannya jelas: MURID TIDAK BERKEMBANG. Mereka mungkin menjadi penurut (karena takut), tetapi mereka tidak akan menjadi kreatif.

Karena takut, mereka tidak akan berani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat guru (meskipun pendapat murid lebih baik); karena takut, mereka menjadi tidak nyaman di kelas. Perasaan mereka tertekan.

Ketakutan murid kepada gurunya ini bisa berdampak pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal. Dengan demikian, tujuan pendidikan tidak tercapai. Bukankah ini kegagalan pendidikan namanya?

Lantas, apabila kita menghadapi masalah kelas seperti disebutkan di awal tulisan ini, apa yang harus kita lakukan agar anak menjadi baik tanpa harus menimbulkan masalah baru?

Perlu kita pahami, karena proses pendidikan itu melibatkan dua pihak yakni guru dan murid, maka pengertian baik ini harus bisa diterima oleh kedua pihak. Baik menurut guru dan baik menurut murid.

Tujuan utama mengatasi hambatan atau masalah kelas adalah agar proses pembelajaran berjalan lancar dan tujuan pendidikan tercapai secara optimal. Oleh karena itu hal pertama yang harus dilakukan guru adalah membangun kesadaran bagi siswa untuk bisa hidup secara bermartabat.

Pengertian sederhananya, hidup bermartabat adalah hidup yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta tidak sedikit pun mengurangi hak-hak orang lain.

Contoh hidup bermartabat yang bisa diterapkan di kelas I SD, misalnya: hidup yang menghormati teman-teman sekelasnya, tidak mengganggu teman lain, tidak bertindak yang merugikan orang lain, juga tidak bertindak merugikan diri sendiri untuk menyenangkan orang lain.

Tindakan yang kita lakukan untuk mengatasi hambatan kelas seperti contoh di atas adalah kita mengajak dialog dengan anak itu (untuk anak yang sudah bisa diajak dialog, tingkat pemikirannya sudah matang).

Untuk anak kelas I SD, kita cukup memberitahukan kelebihan atau keunggulan dirinya, dan kita minta agar dia mau menggunakan keunggulannya itu untuk membantu teman-teman lainnnya agar bisa menjadi lebih baik, dan dia sendiri lebih dihormati oleh teman lainnya.

Tindakan yang sederhana ini ternyata menghasilkan efek yang hebat.  Anak yang dikenal guru kelas sebagai penimbul masalah justru bisa menjadi teladan bagi teman-teman lainnya.

Sebagai contoh, inilah yang saya lakukan untuk mengatasi masalah di atas. Suatu hari, saat istirahat, kebetulan si murid tadi bermain di halaman kantor sekolah. Sang guru kelas menyampaikan kepada kepala sekolahnya, “Ini lho, Pak, yang namanya ‘A’.”

Kemudian anak yang disebut ‘A’ itu tadi saya panggil. Saya katakan kepada dia mengenai hal-hal yang positif tentang dirinya, bukan kenakalannya. Kemudian saya minta agar anak tersebut membantu teman-temannya supaya menjadi lebih baik lagi.

Satu minggu kemudian saya tanyakan kabar si anak tadi kepada guru kelasnya. Hasilnya, anak tadi berubah total. Sekarang menjadi ketua kelas dan dia justru melindungi teman-teman perempuan yang diganggu oleh kakak kelasnya. “Wow, jadi pahlawan, kan?”

Apa pelajaran yang bisa kita petik? Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi menjadi baik atau menjadi buruk, dan setiap orang bisa menjadi baik atau menjadi buruk — tergantung pada lingkungan.

Kalau lingkungan memberi kesempatan untuk berkembangnya yang baik, maka orang menjadi baik. Sebaliknya, kalau lingkungan memberi kesempatan untuk berkembangnya yang buruk, maka orang menjadi buruk.

Ya, sesederhana itu! Sebab itu, kita yang dipercaya sebagai guru perlu cerdas dalam mengatasi setiap persoalan. Kembalikan kepada sifat fitrah manusia — suci, memiliki kebaikan dan keunggulan, keinginan untuk dihormati dan dipuji –, maka segalanya akan beres.

Simpulan: dengan pendekatan yang manusiawi — memanusiakan seorang manusia — maka seorang manusia benar-benar akan berkembang menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Jika demikian, maka setiap masalah akan bisa diatasi tanpa menimbulkan masalah baru. Pinjam istilah pegadaian: “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah.”

P.S. Anda punya pengalaman mengatasi hambatan di kelas? Jika Anda punya pengalaman tentang mengatasi hambatan di kelas, mari kita berbagi dengan teman lain agar lebih bermanfaat. Silakan tuliskan pengalaman Anda dan kirimkan kepada kami.

Pengalaman Anda mungkin bisa membantu rekan guru mengatasi masalah di kelasnya. Silakan berikan komentar di bawah.

0 comments… add one

Tinggalkan Balasan

Essential SSL