Tulisan ini akan membahas bagaimana guru membantu siswa kelas VI SD menyiapkan dirinya menghadapi ujian sekolah, khususnya tiga mata pelajaran pokok yang pernah di-UN-kan, yakni: Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Baca juga: Mengenal Pembelajaran Model Flipped Classroom.
Ada tiga langkah penting yang harus ditempuh oleh para guru agar bantuan yang diberikan kepada siswa dalam menyiapkan diri menghadapi ujian benar-benar efektif.
Membedah Kisi-kisi Ujian
Dalam konteks ini, membedah kisi-kisi berarti mempelajari, membahas, mendiskusikan, mencermati kisi-kisi dengan maksud untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh.
Sebelum melatih siswa dengan berbagai macam soal ujian, guru harus memahami bagaimana kisi-kisi soal telah disusun. Hal ini penting karena soal-soal ujian nantinya disusun berdasarkan kisi-kisi.
Hal ini berbeda dengan pelaksanaan ujian di tahun-tahun 80 hingga 90-an, di mana guru harus benar-benar kreatif dalam menyiapkan peserta didik menghadapi ujian (termasuk ujian nasional) karena kisi-kisi tidak ada (tak terakses guru).
Yang mereka tahu adalah bahwa soal-soal ujian itu terdiri dari 20% materi kelas IV, 30% materi kelas V, dan 50% persen materi kelas VI.
Sehingga, dalam menyiapkan siswa menghadapi ujian, guru harus membahas ulang (bersama siswa) materi pelajaran dari kelas IV hingga kelas VI.
Sekarang, dengan adanya kisi-kisi ujian, tugas guru menjadi lebih ringan, dan bisa lebih fokus menyiapkan soal-soal untuk latihan bagi siswa.
Buat Anda yang belum mendapatkan kisi-kisi dimaksud dan ingin memilikinya, silakan unduh dari sumbernya di sini.
Jika perlu, untuk mempelajari dan memahami kisi-kisi tersebut, guru kelas VI dapat bekerja sama dengan sesama guru kelas VI dalam kegiatan gugus sekolah untuk membedah kisi-kisi.
Menyusun Soal Berdasarkan Kisi-kisi
Karena soal-soal ujian nantinya disusun berdasarkan kisi-kisi, maka para guru dalam menyusun soal-soal latihan pun harus merujuk pada kisi-kisi yang tersedia. Buatlah variasi soal, minimal tiga variasi soal pada setiap butir indikator. Dengan demikain, siswa nantinya akan lebih terbiasa dengan bentuk-bentuk soal ujian.
Sebagai contoh, dalam Matematika, kita menemukan tiga komponen materi ujian, yakni: Bilangan (A), Geometri dan Pengukuran (B), dan Pengolahan Data (C).
Komponen Bilangan (A) terdiri dari empat subkomponen, yakni: (1) operasi hitung bilangan (lima indikator), (2) FPB dan KPK (tiga indikator), (3) pangkat dan akar bilangan (empat indikator), dan (4) pecahan (sembilan indikator). Jumlah indikator untuk komponen bilangan adalah 21 indikator.
Komponen Geometri dan Pengukuran (B) terdiri dari lima subkomponen, yakni: (1) satuan ukuran (delapan indikator), (2) sifat dan unsur bangun datar (sembilan butir indikator), (3) sifat dan unsur bangun ruang (enam indikator), (4) bidang dan koordinat (dua indikator), serta (5) simetri dan pengukuran (dua indikator).
Komponen Pengolahan Data (C) terdiri dari dua subkomponen, yakni: (1) mengumpulkan dan mengolah data (dua indikator), dan (2) menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan data (10 indikator). Jumlah seluruh indikator pada komponen ini adalah 12 butir indikator.
Secara keseluruhan, jumlah indikator soal matematika sebagaimana rincian masing-masing komponen tersebut di atas adalah 60 butir indikator. Hal ini berarti kita harus menyiapkan 60 soal utama, kemudian dua variasi dari 60 soal tersebut. Jumlah soal seluruhnya yang harus disiapkan adalah 180 butir soal.
Meskipun ketika ujian siswa hanya mengerjakan 40 butir soal (untuk Matematika jumlah soal ada 40 butir), penyiapan 60 butir yang berdasarkan indikator tersebut penting karena kita tidak tahu butir mana yang diambil.
Melatih Siswa Mengerjakan Soal-soal Ujian
Dalam kegiatan latihan ini perlu kiranya dilakukan tes awal.
Kepada siswa diberikan tes atau soal-soal setara dengan soal ujian yang disusun berdasarkan kisi-kisi, kemudian dilakukan analisis terhadap hasil pekerjaan siswa: materi yang sudah dikuasai, materi yang belum dikuasai, jumlah siswa yang sudah siap, dan jumlah siswa yang belum siap.
Langkah berikutnya adalah membahas butir-butir soal yang belum dimengerti siswa. Guru dapat memanfaatkan siswa yang sudah menguasai materi untuk membantu teman-temannya.
Misalnya di kelas ada 30 orang; yang mendapat nilai 10 lima orang, yang mendapat nilai 9 lima orang, yang mendapat nilai 8 enam orang, yang mendapat nilai 7 adalah 7 orang, yang mendapat nilai 6 lima orang, dan sisanya mendapat nilai 3.
Syarat kelulusan, misalnya, kita tetapkan 8, sehingga setiap siswa harus mencapai nilai minimal 8 untuk setiap latihan. Siswa yang mendapat nilai kurang dari 8 harus dibimbing atau diajar ulang untuk mencapai nilai minimal 8.
Berdasarkan daftar nilai di atas, maka siswa yang harus diajar ulang untuk mencapai syarat kelulusan adalah siswa yang mendapat nilai 3 hingga 7, sejumlah 14 siswa. Ke-14 siswa inilah yang harus benar-benar dibantu untuk menguasai konsep tentang indikator soal dalam kisi-kisi ujian yang belum mereka kuasai.
Dalam hal ini guru dapat memanfaatkan siswa yang mendapat nilai 10 untuk membantu teman-temannya yang nilainya kurang dari 8 (3-7). Sedangkan yang mendapat nilai 9 dan 8 diminta untuk mendiskusikan soal-soal yang belum dikuasai.
Pertama, lakukan dengan soal variasi 1 (yang utama). Langkah-langkah selanjutnya sama dengan ketika memberikan tes awal. Artinya: setiap selesai pengerjaan soal selalu diikuti dengan analisis dan tindak lanjutnya.
Setelah latihan dengan soal ujian yang pertama selesai dengan tindak lanjut secara menyeluruh, langkah berikutnya adalah memberikan latihan soal variasi kedua. Begitu seterusnya hingga soal-soal yang telah disusun dilatihkan dan dibahas ulang (khususnya soal-soal yang belum dimengerti siswa).
Akhirnya, setelah latihan-latihan yang banyak tersebut dilakukan, menjelang pelaksanaan ujian, kepada siswa perlu ditanamkan sikap mental untuk sukses.
Pastikan bahwa siswa telah memiliki rasa percaya diri yang baik untuk berhasil dalam ujian, sehingga saat ujian berlangsung mereka benar-benar dapat mengikutinya dengan tenang dan berhasil.