Daya ingat yang baik merupakan kebutuhan setiap siswa untuk belajar optimal.
Ini karena hasil belajar siswa di sekolah diukur berdasarkan penguasaan siswa atas materi pelajaran, yang prosesnya tidak terlepas dari kegiatan mengingat (kemampuan menggunakan daya ingat).
Namun, tidak setiap siswa memiliki daya ingat yang baik. Dalam setiap kelas, misalnya, pasti ada siswa yang memiliki daya ingat baik dan ada pula yang memiliki daya ingat buruk.
Hal ini sesuai pendapat Kapadia (2003) yang menyatakan bahwa beberapa orang memiliki daya ingat yang baik, dan yang lainnya berdaya ingat buruk.
Tetapi ketika sebagian besar siswa memiliki daya ingat buruk—ditandai dengan kesulitan siswa dalam mengingat materi pelajaran—tentunya akan timbul masalah karena proses pembelajaran menjadi lamban.
Lambannya proses pembelajaran akan berdampak tidak tercapainya target yang ditentukan. Atau kalau target tercapai, daya serapnya justru tidak tercapai.
Jika ini terjadi, berarti pembelajaran tidak berhasil dan guru seharusnya merasa bersalah.
Bukankah guru berperan membantu siswa agar berhasil belajar melalui intervensi yang dijalankan?
Melalui teknik yang tepat, orang dapat mendayagunakan daya ingat sehingga memperoleh yang terbaik darinya, memproses dan mengakses informasi dengan mudah.
Dan, guru dapat membantu untuk itu. Apa yang bisa dilakukan oleh guru sukses untuk membantu siswanya agar memiliki daya ingat yang baik?
Barangkali Anda juga perlu membaca ulang artikel tentang Rahasia Guru Sukses atau Tip Sukses Mengajar sebelum melanjutkan artikel ini?
Cara Kerja Daya Ingat
Untuk memudahkan pemahaman tentang pendayagunaan daya ingat, kita perlu mengetahui cara kerjanya. Menurut Kapadia, cara kerja daya ingat mirip dengan cara kerja perekam. Dia mengibaratkan daya ingat sebagai tape recorder.
Tombol “play” diwakili indera (peraba, perasa, pembau, penglihat, pendengar). Tombol perekam diwakili benak (pemusatan pikiran). Putar ulang diwakili kemauan, dan listrik diwakili energi lingkungan.
Agar dapat merekam, tombol “play” dan tombol perekam harus ditekan bersama. Jika hanya tombol “play” yang ditekan, tidak terjadi perekaman.
Begitu juga kalau kita ingin menyimpan kesan di dalam benak, kita harus mengalami (melalui indera) dan memusatkan pikiran pada apa yang kita alami itu. Tanpa pemusatan pikiran, penyimpanan tidak terjadi.
Dalam penelitiannya, Penfield merangsang bank memori otak, dan pasien dapat mengingat berbagai kejadian dari masa lalu, yang mereka kira telah terlupakan, dengan sangat rinci.
Kesimpulannya adalah bahwa segala yang pernah dirasakan, dinikmati, dikerjakan, atau dialami masih terekam di suatu tempat dalam otak.
Hanya saja, penelitian itu juga menunjukkan bahwa kita kehilangan akses sebagian besar ingatan dalam waktu yang singkat. Yang luar biasa, 50 persen dari yang kita lihat dan dengar hilang dalam lima menit.
Dua pertiga hilang sebelum satu jam berlalu. Pada keesokan harinya, angka tersebut menjadi 90 persen.
Kesimpulannya: daya ingat dapat diperbaiki.