Dalam artikel pertama tentang teori belajar saya sudah menyampaikan teori classical conditioning milik Pavlov, mulai dari konsep dasar hingga implementasinya dalam pembelajaran.
Pada tulisan ini saya akan melanjutkan menyampaikan teori kedua dari teori belajar populer, yakni teori operant conditioning learning.
Operant conditioning beralasan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi.
Orang-orang belajar berperilaku untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau untuk menghindari sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Niat untuk mengulangi perilaku-perilaku tertentu dipengaruhi oleh penguatan atau kurangnya penguatan sebagai konsekuensi perilaku.
Contoh dalam pendidikan, jika siswa melakukan perbuatan tertentu yang mengakibatkan dia mendapatkan hadiah dari gurunya, maka perilaku tersebut cenderung akan diulangi lagi di waktu-waktu mendatang.
Sebaliknya, jika seorang siswa melakukan perbuatan tertentu namun perbuatan itu tidak mendapatkan tanggapan apa-apa dari gurunya atau malah mengakibatkan dirinya mendapat hukuman, maka perbuatan tersebut cenderung tidak akan diulangi atau ditinggalkan.
Teori belajar operant conditioning ditemukan oleh B.F. Skinner. Dia berpendapat bahwa menciptakan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan sebagai imbalan atas perilaku-perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut.
Dia mendemonstrasikan bahwa orang pada umumnya akan melakukan perilaku-perilaku yang diinginkan jika mereka mendapatkan penguatan positif atas apa yang dilakukannya.
Bahwa penghargaan merupakan tindakan paling efektif apabila dilakukan segera terhadap respons yang diinginkan.
Konsep operant conditioning merupakan bagian dari konsep Skinner yang lebih luas yaitu behaviorisme, yang beralasan bahwa perilaku mengikuti rangsangan tanpa melibatkan pikiran.
Dalam bentuk perilaku radikal dari teori behaviorisme ini, konsep-konsep seperti perasaan, pikiran, dan pernyataan pikiran lain ditolak sebagai penyebab munculnya perilaku.
Dengan kata lain, orang-orang belajar untuk menghubungkan stimulus dan respons, tetapi kesadaran terhadap asosiasi ini tidak relevan.
Atau, berikan sanksi terhadap siswa yang melakukan pelanggaran, maka perbuatan melanggar tersebut lambat laun akan ditinggalkan oleh siswa.
Namun yang harus digarisbawahi ketika kita memberikan hukuman atau sanksi kepada siswa yang melakukan pelanggaran: hukuman atau sanksi harus disesuaikan dengan jenis pelanggaran.
Misalnya, siswa tidak mengerjakan PR kemudian siswa tersebut disuruh lari keliling lapangan! Apa hubungannya lari dengan mengerjakan PR? Jelas, hukuman ini tidak relevan.