Pendidikan bukanlah sekedar proses belajar mengajar di kelas untuk penguasaan materi pelajaran semata.
Tetapi, jauh lebih penting, pendidikan harus dapat menyiapkan peserta didik menjalani kehidupan dengan baik dan bermartabat, sekaligus bermanfaat banyak bagi kehidupan.
Pendidikan harus mampu mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Itu sebabnya, proses belajar mengajar di kelas harus secara terintegrasi dapat membangun karakter peserta didik melalui kebiasaan perilaku terpuji, sekaligus mengurangi hingga menghilangkan kebiasaan buruk peserta didik di kelas.
Bagaimana caranya?
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Penyataan pada pasal 3 UU Sisdiknas tersebut mengandung implikasi bahwa penyelengaraan proses belajar mengajar di kelas sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa harus mengintegrasikan pengembangan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Merujuk pada pasal 3 tersebut dapat dikatakan bahwa bangsa yang cerdas adalah bangsa yang memiliki kemampuan (yang dibutuhkan untuk kehidupan), memiliki watak yang kuat, beradab dan bermartabat.
Selain itu, proses belajar mengajar di kelas harus juga menjadi kondisi bagi pembentukan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam hal ini, pembentukan karakter peserta didik menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas.
Peran Lingkungan terhadap Pembentukan Karakter Peserta Didik
Lingkungan memegang peran penting dalam pembentukan karakter anak. Pengaruhnya sangat kuat terhadap pembentukan pribadi anak. Lingkungan yang baik akan membentuk pribadi yang baik, begitu pula lingkungan yang tidak baik. Sebab itu harus selalu diperhatikan di lingkungan mana anak-anak kita biasa bersosialisasi.
Pernyataan di atas dapat dipahami karena anak memiliki kebiasaan meniru. Apa yang setiap hari mereka lihat atau dengar akan memengaruhi mereka untuk menirunya.
Dengan demikian apabila anak setiap hari melihat orang-orang berbuat kebaikan, mereka akan meniru. Sebaliknya jika setiap hari kepada mereka disuguhkan perilaku orang-orang yang kurang baik, maka mereka pun akan meniru perilaku kurang baik tersebut.
Karakter terbentuk dari kebiasaan yang selalu dilakukan secara berulang-ulang. Sebab itu, apabila anak selalu melakukan perbuatan baik (dan dilakukan secara berulang-ulang), maka hal ini akan mempribadi, yang pada gilirannya akan membentuk karakter mereka.
Misalnya: anak-anak yang hidup di lingkungan yang disiplin, akan mengikuti perilaku disiplin tersebut, dan jika hal ini dilakukan setiap hari atau setiap saat, maka anak-anak tersebut akan menjadi pribadi yang disiplin, dan karenanya akan memiliki karakter disiplin.
Berurusan dengan Siswa Berperilaku Tidak Semestinya di Kelas
Lingkungan yang paling dekat dengan anak adalah lingkungan keluarga. Kemudian lingkungan tetangga. Setelah itu baru lingkungan sekolah.
Dengan demikian, pembentukan karakter anak yang pertama dan paling utama adalah justru ketika mereka berada di rumah, di lingkungan keluarga, kemudian ketika bersosialisasi dengan teman-teman di lingkungan tetangga.
Dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat besar untuk menjadi contoh sekaligus menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak-anaknya.
Hal ini penting agar anak tidak membiasakan diri melakukan hal-hal yang tidak semestinya, sekaligus menghindari anak-anak lain terganggu atau bahkan ikut-ikutan berperilaku yang tidak semestinya (karena meniru!). Selain itu juga agar proses belajar mengajar berlangsung lancar dan mendapatkan hasil maksimal.
Kreativitas dan kearifan guru sangat diperlukan untuk menghentikan perilaku tidak semestinya dari anak-anak tanpa meninggalkan bekas yang menyakitkan di hati mereka yang dianggap “bermasalah” tersebut.
Cari tahu mengapa anak-anak tersebut tidak memperhatikan guru atau tidak mengerjakan tugas atau bermain-main sendiri ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Jangan-jangan karena pelajaran memang tidak menarik buat mereka, atau terlalu sulit, atau mereka bosan dengan cara guru mengajar? Atau anak memang sengaja melakukan hal-hal yang disebutkan untuk mendapatkan perhatian guru?