Memang ada yang memiliki indera dominan untuk belajar (akan mendapatkan hasil belajar terbaik bila dilakukan dengan indera tertentu).
Namun semua yang dilakukan dalam proses belajar harus dilanjutkan sampai pada proses internalisasi, yang oleh Dryden disebut menciptakan makna.
Proses internalisasi inilah yang akan menentukan apakah seseorang akan berhasil atau gagal dalam belajar.
Berdasarkan pengamatan penulis, guru jarang menggunakan tahapan-tahapan yang berupa proses belajar tersebut, sehingga wajar jika siswa sulit berhasil.
Padahal, menurut Rusda Koto Sutadi, pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar guru agar siswa dapat belajar sesuai kebutuhan dan minatnya.
Jika demikian, apakah itu tidak berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan guru lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil?
Latih Siswa Untuk Membaca Bijaksana
Sesungguhnya, untuk belajar yang benar (belajar sejati) diperlukan kesiapan dari si pebelajar. Kesiapan itu bernama keterampilan dasar.
Apabila belajar visual dilakukan melalui membaca, maka kepada siswa harus dilatihkan bagaimana membaca yang benar.
Untuk membaca sendiri ada bermacam-macam sesuai tujuan membaca. Misalnya ada membaca indah, membaca teknik, membaca cepat, membaca pemahaman, dan lain-lain.
Dan membaca untuk mempelajari sesuatu tentunya juga perlu teknik khusus.
Dengan kemampuan membaca cepat banyaknya ide per menit, siswa bukan saja cepat membaca tetapi juga cepat memahami.
Persoalannya, apakah guru sempat secara sengaja meningkatkan kecepatan IPM (ide per menit) siswa?
Bagaimana orang bisa memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, hingga mengevaluasi jika mengingat saja tidak sanggup? Mudah lupa, misalnya!
Maka dengan memiliki dasar mengingat yang baik, orang akan dapat meningkatkan kemampuannya secara lebih cepat dan berhasil.
Tingkatkan Kemampuan Siswa Untuk Mengkomunikasikan
Setelah kemampuan mengingat hingga mengevaluasi dimiliki, seseorang harus dapat mengkomunikasikan kepada orang lain. Ini dari kemampuan berbicara.
Pada umumnya, siswa di kota lebih mampu berbicara (yang baik dan benar) dalam proses pembelajaran daripada siswa di desa. Mengapa?
Pasalnya, guru di kota lebih terbuka pada inovasi, sedangkan guru di desa lebih tertutup.
Sementara guru di desa justru merasa dirinya sudah nyaman dan sudah benar dengan cara mengajarnya, dari waktu ke waktu hanya begitu-begitu saja, tanpa inovasi.
Sehingga wajar jika kegagalan lebih banyak dialami oleh siswa di desa daripada siswa di kota (ini kalau proses pengukuran dilakukan secara objektif).
Mengapa guru di kota lebih terbuka pada inovasi? Jawabannya karena fasilitas lebih memadai. Mau ke toko buku mudah, akses ke pengetahuan lebih mudah. Mau ke warnet atau pasang speedy sendiri juga mudah.